Setelah sekian lama, akhirnya mencoba lagi
untuk menulis. Banyak sekali materi yang berputar di otak ini. Negeri ini telah
lama merdeka, hampir 68 tahun. Negeri yang sangat subur, sangat kaya akan
sumber daya alam, dan kaya akan semua hal. Pernah saya membaca sebuah ungkapan
yang intinya tak akan ada negara yang “memusuhi” negeri ini, yah karena sumber
daya alamnya. Negera adidaya AS pun sangat bergantung dengan Indonesia, negara
macan asia seperti Jepang dan Korea Selatan sangat bergantung selain sebagai
sumber bahan baku produksi mereka namun juga sebagai pasar yang luar biasa.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat pergi di
pusat penjualan hp yang cukup ternama di Surabaya, ya Pasar Marina, kenapa
bukan Plaza Marina, karena ramainya udah kayak pasar. Luar biasa. Disana kita bisa lihat orang beli hp mirip orang beli kacang rebus di pasar malam, atau orang
beli pentol (makanan sejenis bakso, namun dengan bahan lebih sederhana) di
pasar minggu. Bayangkan jika negeri ini menghilang, apa akibatnya bagi mereka
semua.
Namun, ada satu yang cukup miris di negeri ini.
Apalagi kalau bukan tentang kesejahteraan. Kesejahteraan siapa? Seluruh rakyat.
Kalau boleh jujur dari level atas sampai bawah juga memang belum sejahtera.
Saya berani bilang, pejabat kita gajinya mungkin juga jauh dibawah negara lain
yang lebih miskin. Apalagi rakyat kita yang paling bawah. Bagaimana sebenarnya
melihat kesejahteraan suatu negara. Salah satunya yang kita lihat paling mudah
adalah pendapatan per kapita. Negeri seperti Brunei, Malaysia atau Singapore
pendapatan perkapita mereka bias 5 bahkan 10 kali negeri ini. Negara mereka
tidak sekaya kita.
Kenaikan pendapatan masyarakat tiap tahun tak
akan berarti jika inflasi masih selalu ada, dalam artian kenaikan gaji ya hanya
untuk menutupi kenaikan barang. Jadi misalkan anda punya uang 100.000 sepuluh
tahun lalu mungkin nilainya sama dengan 1.000.000 saat ini. Bagaimana caranya
agar uang yang kita miliki sangat bernilai. Kalo perlu semakin naik nilainya.
Lebih pendapatan tak naik tapi nilai mata uang naik. Itu kita akan sejahtera
nantinya. Sejahtera dalam segala hal.
Selain kesejahteraan tadi, ada satu hal yang
membuat hati kita lebih miris. Apalagi kalau bukan keramahan dan penindasan
jaman baru di jaman sekarang ini. Orang kaya dan orang miskin seakan yang kaya
merasa paling kuat dan hebat. Tatanan social masyarakat kita nampaknya mulai
berubah, bukan lagi yang muda menghormati yang tua, namun yang miskin
menghormati yang kaya. Pekerja seakan seperti prajurit yang harus hormat
terhadap atasan. Di lain pihak kita bangga banyak orang muda yang sukses,
menjadi pengusaha muda. Banyak pula yang masih muda namun sudah memiliki
kedudukan lebih tinggi, ilmu yang jauh lebih hebat. Keramahan negeri ini mulai
hilang. Bukankah kita harus tetap hargai setidaknya tak merendahkan mereka yang
lebih tua, meski mereka mungkin bawahan kita. Pernah saya melihat seorang bos
yang merasa lebih hebat, dengan enaknya duduk duduk sambil melihat pekerja yang
sedah bekerja keras. Dengan sikap yang seakan akan dirinya paling kuat.
Bagi saya pribadi, kita harus maju, sukses,
bahkan lebih pandai sejak muda. Tapi nilai nilai keramahan, tata karma, dsb
jangan pernah hilang. Kita sukses mungkin juga dari mereka. Sehebat apapun
kalau kita ketemu guru TK kita, mereka jauh lebih hebat. Mereka lah yang
mengajari kita membaca, menulis, dan semua hal yang akhirnya membuat kita jadi
sesukses ini. Kalo orang dulu bilang, “agar ilmu bermanfaat hargailah guru guru
kita”. Agar kita dihargai hargailah orang lain. Kita bukan gila hormat, tidak
juga gila dihargai. Namun, kita semua harus sadar bahwa bangsa ini punya
tatanan yang baik. Budaya yang baik. Akan sangat indah jika kita maju, namun
juga tetap santun. Kalau hanya maju saja apa bedanya dengan bangsa bangsa yang
telah duluan maju. Dan kita juga harus ingat dunia adalah persinggahan, jadi
tetap hargai siapapun. Banyak yang dulunya bawahan kita akhirnya nanti diatas
kita, atau sebaliknya kita yang akan naik kelas suatu hari nanti. Keramahan
harus tetap ada, meski saya tahu, sulit. Maju terus Indonesiaku. Jadi bangsa
yang maju namun tetap santun. Dunia pernah mengenal kita sebagai bangsa yang
ramah. Apa hanya akan menjadi sejarah keramahan kita? Tergantung saya, anda dan
kita semua.