Kesehatan sedang menjadi sorotan di berbagai media. Berita tentang Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang tidak ada habisnya. Kasus pasien yang tidak mendapat ruang karena Rumah Sakit penuh hingga masalah Jamkesmas di berbagai daerah. Berita ini seakan memojokkan tenaga kesehatan dari berbagi sisi. Namun, jika kita mau sejenak berpikir jernih masih jauh lebih banyak prestasi tenaga medis kita yang tidak terungkap. Perjuangan tentang sosok nakes di daerah terpencil, tentang keberhasilan dokter kita tidak pernah tersentuh media.
Ini saatnya semua pihak berbenah, pihak pemerintah sebagai regulator, tenaga kesehatan sebagai provider jasa, dan masyarakat sebagai konsumen. Kita semua sepakat masyarakat sebagai konsumen harus mendapatkan pelayanan terbaik. Tenaga medis dan non medis harus mendapatkan haknya. Pemerintah harus melakukan semua kewajibannya. Tapi kenyataannya memang tidak semudah itu. Banyak faktor dan kondisi yang menyebabkan biaya pengobatan terasa mahal.
Biaya pengobatan terdiri dari banyak item. Jasa dokter dan paramedis, biaya rumah sakit, dan biaya obat. Jika ditilik dari banyak hal diatas, biaya obat menjadi parameter yang harus lebih diperhatikan. Jasa dokter dan paramedis hanya komponen kecil dari keseluruhan total pengobatan. Penulis pernah membaca rincian biaya rawat inap, dengan komposisi obat mencapai 70 persen, biaya RS sebesar 20 persen, dan jasa dokter 10 persen. Dari sini kita bisa melihat seberapa mahalnya biaya obat yang harus ditanggung pasien.
Biaya obat kita disadari atau tidak masih sangat mahal. Obat-obatan tertentu bahkan harus ditebus pasien dalam angka ratusan ribu. Obat generik memang menjadi salah satu usaha pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini. Namun, kita harus menyadari bahwa tidak semua obat ada generiknya. Obat tertentu harus kita impor dari luar negeri dan membayar hak paten yang cukup mahal.
Penemuan obat-obatan baru yang bersumber dari alam Indonesia harus didorong lebih giat. Penelitian dan pengembangan obat baru tentunya harus disertai dukungan dana dari berbagai pihak. Investasi yang mahal di awal namun akan sangat terasa keuntungannya pada masa depan. Alam kita sangat kaya akan tanaman yang pasti memiliki banyak kandungan dan sumber bahan obat yang belum terungkap.
Peningkatan kualitas obat generik yang diproduksi oleh industri farmasi dalam negeri mutlak dilakukan. Konsumen seakan alergi mendengar nama obat generik. Saya yakin, anda dan kita semua pasti masih ada pikiran ini obat generik harganya murah pasti sembuhnya lama. Dengan peningkatan kualitas dan peran serta semua pihak, kita bisa produksi obat berkualitas dengan harga murah. Butuh waktu dan proses untuk menyadarkan semua pihak. Termasuk mengedukasi masyarakat bahwa obat yang murah juga memiliki kualitas yang sama dengan obat yang mahal. Edukasi ini hanya akan berhasil dengan diikuti perbaikan mutu obat.
Program dan jaminan kesehatan akan lebih murah dengan penyediaan obat berkualitas dan terjangkau. Namun, ada cara yang jauh lebih murah dengan peningkatan tindakan promotif dan preventif (promosi dan pencegahan). Selama ini kita selalu berpikir, jika sakit ya berobat agar sembuh. Tindakan pencegahan banyak kita lupakan. Gaya hidup bersih dan sehat harus digalakkan lagi di lingkungan kita, dimulai dari diri sendiri dan tentunya keluarga. Kampanye tentang cuci tangan misalnya, jauh lebih murah dibandingkan harus membiayai pengobatan ribuan pasien diare. Gerakan stop merokok jauh lebih murah dibandingkan pengobatan satu pasien kanker paru. Iklan di media selama ini juga lebih banyak tentang obat, promosi obat. Namun, sudah sangat jarang kita temui iklan waspada demam berdarah dengan 3M plus.
Jika ada 200 trilyun anggaran kita untuk membiayai pengobatan seluruh rakyat Indonesia tidak akan cukup. Namun, jika dibarengi dengan usaha promosi kesehatan oleh semua pihak anggaran yang ada jauh lebih bermanfaat. Iklan dalam media misalnya sebaiknya selalu disertai dengan pencegahan batuk daripada hanya mempromosikan tentang obat batuk. Peran serta media, perusahaan dan masyarakat sangat diperlukan menuju Indonesia Sehat.
twitter: @ridwanprasetyo
email: ridwanprasetyo@gmail.com