Profesi dokter sedang dalam sorotan tajam masyarakat. Media membawa opini masyarakat menjadi seorang dokter adalah profesi yang menyeramkan di negeri ini. Berita mengenai malpraktek seakan tiada habisnya. Dokter dihujat terkait sistem Jakarta Sehat. Cerita mengenai penolakan rumah sakit terkait ruang rawat inap yang terbatas. Dokter seakan selalu berada di posisi yang salah. Hal itu masih harus ditambah dengan minimnya penghasilan yang harusnya diterima dokter dengan lebih layak. Seakan kita lupa bahwa banyak prestasi dokter dokter kita yang membanggakan, operasi kembar siam, dsb.
Sebenarnya masih menjanjinkan kah menjadi seorang dokter? Jawaban ini relatif, mau dilihat dari sudut pandang mana. Profesi dokter adalah profesi kehormatan dimana kita harus bekerja bukan hanya semata mengejar uang dan kekayaan. Profesi ini memerlukan jiwa kemanusiaan yang tinggi. Jika memang alasannya untuk berbagi maka jawaban diatas tentu sudah cukup. Tapi bagaimana dari segi materi? Sejenak kita bisa melihat bagaimana besarnya potensi di bidang kesehatan dengan fenomena yang ada akhir akhir ini.
Fenomena yang dimaksud adalah fenomena banyaknya iklan mengenai pengobatan alternatif, bahkan ada yang bukan tenaga kesehatan ikut menawarkan jasa kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa memang profesi bidang kesehatan sangat menggiurkan dan membuat banyak orang yang tidak punya keahlian resmi ikut serta di dalamnya. Dalam sebuah surat kabar pernah dimuat dalam 5-6 tahun ke depan perputaran uang di bidang kesehatan bisa mencapai 500-600 trilyun rupiah yang menyebabkan semakin banyaknya rumah sakit asing ikut masuk ke Indonesia.
Permasalahan kesehatan di Indonesia memang sangat komplek. Bukan hanya karena luasnya wilayah dan adanya disparitas fasilitas serta tenaga di berbagai daerah. Namun permasalahan minimnya anggaran membuat kita harus bersikap lebih bijak. Dokter masih sangat diperlukan bukan hanya sebagai klinisi dalam artian berhadapan langsung dengan pasien di rumah sakit, puskesmas atau di klinik. Memang sangat banyak jumlah Fakultas Kedokteran di Indonesia yang melahirkan banyak dokter (ada 70 Fakultas Kedokteran dengan jumlah lulusan per tahun 7000 dokter baru namun berkurang 2000 setiap tahunnya, Jawa Pos, 3 April 2013). Banyak dokter baru yang lahir namun banyak juga yang pensiun ataupun meninggal. Belum lagi jika dikaitkan dengan penambahan jumlah penduduk di Indonesia yang selalu bertambah setiap tahunnya. Sehingga rasio antara jumlah dokter dan jumlah penduduk masih sulit untuk mencapai angka yang ideal.
Dokter diperlukan dalam banyak bidang di jaman kemajuan teknologi ini. Peluang profesi dan karir dokter sangat luas. Seorang dokter dapat memilih berkarir di sebuah universitas mengembangkan penelitian terhadap prosedur dan metode pengobatan terbaru. Obat-obatan yang kita gunakan saat ini adalah hasil penelitian dokter dokter masa lalu. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa. Banyak obat yang berasal dan dikembangkan dari tanaman di alam. Tentu kita berharap suatu saat nanti kita bisa menemukan obat obatan baru karya anak bangsa yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat namun dapat mengangkat citra Indonesia di mata internasional.
Dibidang yang tidak bersentuhan langsung dengan orang sakit juga cukup menjanjikan. Saat kita melihat tim sepakbola tentu kita tahu harus ada dokter tim yang tugasnya meningkatkan kondisi fisik sehingga menunjang dalam sepakbola. Dokter juga diperlukan di tiap perusahaan bukan hanya sebagai dokter yang menangani masalah penyakit karyawan, namun juga upaya untuk menjaga agar keselamatan pekerja dan lingkungan sekitar tetap terjaga. Di bidang industri modern layaknya pesawat terbang seorang dokter juga diperlukan. Dokter industri modern harus bisa menciptakan lingkungan yang aman selama pesawat terbang, semua organ tubuh tetap berfungsi normal selama perjalanan panjang. Dan itu semua hanya bisa dilakukan dengan kerjasama dan pengetahuan yang baik seorang dokter dengan insinyur penerbangan. Oleh karena itu, sekarang sudah ada program spesialis Kedokteran Penerbangan.
Banyak hal dan kemajuan teknologi yang tidak mengindahkan lingkungan sehingga banyak penyakit akibat lifestyle di masyarakat. Disinilah peran seorang dokter agar dengan kemajuaan teknologi yang ada bisa selaras dengan kesehatan tubuh manusia. Penggunaan gelombang elektromagnetik, pengembangan energi nuklir dan sebagainya harus dipertimbangkan pula efeknya pada tubuh manusia. Dan disana peran dokter diperlukan. Begitu luasnya profesi dan lapangan kerja seorang dokter inilah yang menuntut jumlah dokter yang sangat banyak. Bahkan akan semakin tercipta lapangan kerja baru, karena dirasa semakin perlunya menyelaraskan teknologi dan kesehatan manusia.
Masa seleksi perguruan tinggi sudah tiba, bahkan sudah berjalan beberapa bulan lalu. Namun, masih ada proses lain seperti seleksi melalui ujian tulis dan jalur lainnya. Bagi adik adik SMA, gambaran diatas menunjukkan bahwa menjadi seorang dokter bukanlah hal menyeramkan. Memang dokter identik dengan kuliah yang sulit, biaya yang mahal, pengabdian dan banyak hal. Namun profesi ini masih akan tetap dibutuhkan selama peradaban manusia masih ada. Sehebat apapun teknologi tidak akan bisa menggantikan peran seorang dokter, karena manusia itu hal yang unik dan berbeda setiap individunya. Jika ada 200 juta manusia maka ada 200 juta sifat dan perbedaan yang juga berpengaruh terhadap perbedaan sifat penyakit di tiap individunya. Jadi, jangan takut jadi dokter. Bangsa ini memerlukan dokter dokter hebat di masa yang akan datang.
twitter: @ridwanprasetyo
email: ridwanprasetyo@gmail.com
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteoiya jadi ingat. sebenarnya ini juga sudah ada sejak lama, sejak jaman dulu dan sangat gencar kembali terulang ketika para kerabat yg lebih muda mau melanjutkan kuliahnya. Entah karena termakan isu atau pengetahuan yang terbatas, ada kerabat yg menasehati anaknya biar ga jd dokter dg dalih sdh banyak jumlah dokternya. Tapi, seperti halnya guru, seorang guru dalam satu kelas berisi lebih dari 30 siswa saja sudah sangat tidak mememenuhi perhatian seluruh siswanya. Apalagi jumlah dokter yg dibandingkan seluruh jumlah penduduk di Indonesia. Pasti kekurangan tenaga dokter itu masih ada. Baca tulisan ini jadi ingat tersiarnya kabar "kakean dokter itu" :D
ReplyDeletelalu wan, di kalangan kami yg bukan mahasiswa FK, bahkan obrolan ibu2 di pasar, mengeluhkan biaya menjadi dokter atau apa saja yg berkaitan dengan kesehatan itu biayanya mahal. Tidak jarang orang menyimpulkan, perlu kaya dulu biar jadi dokter atau menyekolahkan anak utk mjd dokter. Meskipun mereka juga tahu ada jalur tes semacam snmptn, tapi porsi perhatian mereka mereka mengarah ke jalur yg lain. Itu lah mengapa selain berpikir ulang biaya yg akan dikeluarkan mahal selama berkuliah di FK,orang2 enggan pergi ke dokter karena beranggapan biaya yg dikenakan oleh dokter tsb mahal juga. maka beralihlah mereka ke pengobatan alternatif yg dianggap berbiaya relatif murah (tetep aja sih ada yg pakai dokter dalam praktiknya, ada yg jamu tradisional, ada yg "kebatinan"). hehe.. jadilah mereka ini menjauhi RS.
Lalu ngomongin ttg org yg dianggap tidak ckp capable mjd dokter pun meningkatkan was2 di masyarakat. Kekurangan dokter berkualitas di RSUD pun kadang membuat pasien semakin kesal. Kenapa? Ya karena mereka itu2 aja, mungkin sesuai cerita ridwan di atas ttg jumlah dokter, shg capek dan ga ramah sama pasiennya. Alhasil sdh sakit terus liat dokternya gitu tambah senewen deh -_- boro2 mau crita udah takut duluan(aq juga pernah hehehe.. takut dioperasi soalnya. dokternya g meyakinkan seh). Namun bds pengalaman, berpindah ke alternatif apapun tp g ada kemajuan akhirnya kembali k dokter lg, tp mencari dokter yg pernah nangani orang yg pernah dikenal. Hihi,, selesai deh pengobatannya. Jadi wan, input mhs fk pun jadi sorotan masyarakat utk mau berobat ke dokter. Mudah2an Indonesia akan memiliki banyak dokter2 yg berkualitas dan ramah :D