Seorang pria usia 20 tahun berjalan menuju
loket kereta api di Stasiun Malang. Pria itu bernama Budi, seorang
Mahasiswa Fakultas Ekonomi di salah satu Universitas di Malang. Budi
sudah 2 tahun ini tinggal di Malang untuk mengejar mimpinya menjadi
seorang akuntan. Keluarganya tinggal di Surabaya. Budi harus merelakan
mimpinya untuk menjadi mahasiswa di Surabaya, di kota kelahirannya. Dia
gagal menembus ujian SNMPTN di Surabaya, dan itu dia akui karena
kesalahannya saat SMA. Saat kelas 3 SMA dia terlalu sibuk bermain,
berlatih sepak bola, olahraga kesayangannya.
“Surabaya mas satu”, Kata Budi terhadap
penjaga loket. “6000”, kemudian Budi menyerahkan uang 10.000 dan penjual
loket memberikan selembar tiket KA Penataran dan kembalian 4000 rupiah.
Kereta yang akan membawa Budi ke Surabaya masih 1 jam lagi. “Ah, aku
duduk saja di dalam, agar bisa lihat kereta yang berlalu lalang, sore
gini banyak kereta api bagus-bagus (eksekutif) yang akan ke Jakarta dan
Bandung.
Ketika Budi duduk di dalam stasiun sambil
menikmati pemandangan lalu lalang penumpang dan orang. Datanglah seorang
lelaki usianya sekitar 27 tahun. Lelaki ini tampak lelah dengan wajah
lesu. Kemudian pria tadi mendekati Budi, sambil berkata, “Mas, tolong
beli jam saya ini, saya kehabisan bekal, saya kesasar mas (kesasar =
salah alamat). “Kesasar gimana mas?”, kata Budi. “Saya dari Madiun mas,
ke Malang ini mencari kakak saya yang sudah 2 tahun pergi dari rumah,
ibu sedang sakit di rumah, selalu memanggil manggil nama kakak saya”.
“Saya sudah sejak kemarin di Malang sudah saya cari kemana-kemana tidak
ketemu, alamat yang dulu diberikan ternyata sudah pindah mas”. Budi:
“terus kenapa kamu jual jam tangan kamu?”. Pria di stasiun tadi berkata,
saya kehabisan bekal mas, saya mau kembali ke Madiun mas, tolong mas
beli jam saya, saya sudah tidak makan sejak kemarin sore” (saat itu
waktu menunjukkan jam 3 sore). Budi: “rumah kamu di Madiun masih masuk
ke desa?”. “Iya mas, masih 25 km dari stasiun”. Budi: “Mau kamu jual
berapa itu jam?”, “Terserah mas saja mau beli berapa, saya butuh makan
dan uang buat kembali ke Madiun, kasian ibu saya sakit sendirian
disana”. Budi kemudian mengambil uang di dompetnya, masih ada uang 35
ribu, dia sejenak berhitung, akhirnya dia serahkan uang 30 ribu tadi ke
orang yang menawarkan jam, 5 ribu akan ia pakai untuk membayar angkot
pikirnya. Budi: “udah mas, ini dibawa aja uangnya 30 ribu, jam nya mas
bawa aja, trus ini ada roti tadi saya sempat beli, belum dimakan,
sekalian dimakan saja mas ya, kira-kira cukup mas 30 ribu?”, “Cukup mas,
terimakasih banyak mas, nanti saya ganti mas kapan-kapan”. Panggilan
dari pengawas kereta: “Kereta Api Penataran tujuan Surabaya Gubeng akan
masuk jalur 1, Penumpang dipersilahkan bersiap di jalur 1. Budi dengan
terburu berkata “Sudah gak perlu mas, bawa saja, maap mas saya harus
segera naik kereta”
Budi kemudian berlari dan naik ke dalam
kereta, meski uang itu hanya 30 ribu, tapi ia berpikir sambil melihat
pemandangan sawah-sawah diikuti dengan deru suara kereta api. Ia
merenung, itu tadi orang atau bukan ya, atau jangan-jangan dia malaikat
yang menyamar jadi manusia, pikir Budi. Sudahlah, gak baik mengingat
sedekah pikir Budi.
Beberapa hari kemudian, Budi baru saja pulang
dari pergi ke mall bersama orang tuanya dan adik perempuan
satu-satunya. Saat dia membuka pintu dan melangkah masuk, dirinya
melihat sebuah surat berwarna biru dan terlipat rapi. Wah, surat dari
bank, apa ya isinya? Kemudian Budi membuka amplop tadi, dan tertulis
“Selamat Anda Mendapatkan Hadiah Sebuah Sepeda Motor”. Alhamdulillah
ujar Budi seraya tidak percaya, dia berniat menyembunyikan surat tadi
dan berencana ke Bank ke esokan harinya. Ternyata memang benar Budi
menjadi salah satu pemenang yang berhak mendapatkan sepeda motor. Hati
Budi bahagia bukan main, dalam hati ia masih bertanya-tanya, mimpi apa
aku semalam. Kemudian pada malam harinya sebelum ia tidur, ia teringat
pria yang beberapa hari lalu ia temui di stasiun, barulah dia sadar,
uang yang tidak seberapa tadi telah diganti Allah dengan sepeda motor
yang nilainya berlipat-lipat. Sejak saat itu, ia yakin bahwa berapapun
uang yang ia keluarkan untuk sedekah pasti akan diganti berlipat-lipat.
bagus kisahnya, tidak sedikit pun Budi berpikir tentang peluang dia ditipu :O
ReplyDeleteIya Al, makasih ya :)
ReplyDelete